Rame-rame mencari
ROMBONGAN
KE SURGA
“Allah
menjanjikan kepada orang-orang mukmin, lelaki dan perempuan, (akan mendapat)
surga yang dibawahnya mengalir sungai-sungai, kekal mereka di dalamnya, dan
(mendapat) tempat-tempat yang bagus di surga ‘And. dan keridhaan Allah adalah
lebih besar ; itu adalah keberuntungan yang besar. “
J
|
aminan surga itu telah di berikan
kepada orang-orang yang beriman. Dan surga Adn itu, kata Rasulullah sebagaimana
dikutip Imam At-Thobari (Tafsir At Thobari, Juz 14 hal.351), adalah sebuah
tempat yang belum pernah terlihat dan terbayangkan oleh manusia. Di tempat itu
mereka hanya akan di sandingkan bersama para nabi, orang-orang yang jujur dan
para syuhada’. Alangkah beruntungnya, Bukan hanya itu, mereka juga akan
memperoleh keridlaan di sisi Allah SWT. Yang merupakan puncak atas puncak
segala kenikmatan. Dalam surat
yang berbeda, Allah SWT. Menambahkan “Barangsiapa yang mengerjakan amal-amal
saleh, baik laki-laki maupun wanita sedang ia orang yang beriman, maka mereka itu masuk ke dalam surga dan mereka
tidak di aniaya sedikitmu.” (QS An Nissa: 124).
Selanjutnya,
menarik untuk dismak, siapakah sejatinya orang beriman itu? Sampai-sampai Allah
memberikan janji sedemikian indah buat mereka. Karena kita tahu bahwa
“…Sesungguhnya Allah tidak menyalahi janji” (QS Ali imran: 9) .
Pengertian
orang yang beriman atau mukmin itu jelas, yakni mereka yang membenarkan Allah
dan Rasul-Nya, serta mengakui bahwa segala sesuatu yang dibawa Rasul adalah
semata berasal dari Allah SWT.
Sehingga tak ada alasan untuk meragukan kebenaran syari’at yang dibawa oleh Nabi Muhammad Saw. Kemudian keyakinan tersebut dikukuhkan secara verbal dengan mengikrarkan dua kalimat syahadat. Dan keadaan itu harus digenggam kuat-kuat hingga akhir hayat, sehingga sempurnalah kehidupan mereka dengan menyandang gelar khusnul khotimah.
Sehingga tak ada alasan untuk meragukan kebenaran syari’at yang dibawa oleh Nabi Muhammad Saw. Kemudian keyakinan tersebut dikukuhkan secara verbal dengan mengikrarkan dua kalimat syahadat. Dan keadaan itu harus digenggam kuat-kuat hingga akhir hayat, sehingga sempurnalah kehidupan mereka dengan menyandang gelar khusnul khotimah.
Ibnu
Katsir dalam kitab tafsirnya mengutip sebuah hadist riwayat Imam Bukhari dan
Imam Muslim, dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah berkata: “Barangsiapa yang
beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, serta mendirikan shalat dan berpuasa di
bulan ramadhan, maka sesungguhnya Allah
akan memasukkan ke dalam surga, baik yang hijrah di jalan Allah, atau tetap
tinggal di Bumi tempat kelahirannya…” (Lihat
Tafsir Ibnu Katsir, Maktabah Syamilah Bab 249, juz 1, h 668). Maka kunci untuk
mendapat jaminan surga itu adalah beriman dan beramal saleh. Dalam hal ini,
keduanya tidak bisa dipisahkan.
Namun,
apakah dalam praktiknya, kehidupaan keberagaamn kita bisa sederhana itu?
Ternyata tidak. kita tahu umat islam telah terpecah dalam banyak
golongan, dimana kesemuanya melontarkan klaim kebenaran, sebagai yang paling
berhak atas surga Allah SWT.Yang berarti orang-orang di luar golongan irtu
dianggap tidak atau kurang berhak. Bahkan sebagian dengan tegas memberi stempel
sesat atau kafir pada golongan lain.sehingga untuk golongan itu adalah neraka
saja tempatnya. Betapapun secara lahiriyah mereka telah bersyahadat, dan telah
beribadah dengan tekun.
Apalagi
klaim-klaim “yang paling benar” itu memperoleh tendensi kebenarannya dari
hadist Nabi yang tentunya sudah sangat tidak asing bagi kita. Dari riwayat
Abdullah bin Umar, Rasulullah mengatakan, “…Dan umatku akan akan berkelompok
menjadi 73 golongan , semua di neraka kecuali satu…” (HR. At-Tirmidzi,
Al-Ajari,Al-lalkai. Hadist Hasan).
Meskipun kemudian kita di beri tahu bagaimana menemukan satu yang di
kecualikan dari 73 yang ke neraka itu “Apa yang ada padaku dan
sahabat-sahabatku ,” sabda Nabi dalam lanjutan hadist yang sama.
Bermacam-macam
aliran dan madzhab, baik fiqh maupun teologi, bermunculan seiring berkembangnya
ajaran islam di penjuru dunia. Para ulama,
dengan melihat kompleksitas permasalahan yang tengah dihadapi umat islam,
mengambil dalil, berijtihad dan kemudian mengeluarkan fatwa-fatwa. Satu dan
lainnya bisa berbeda, bahkan bertolak belakang. Karena dari dalil yang sama di
tangan ulama berbeda, bisa berbuat fatwa yang saling berpunggungan, itulah ijtihat.
Kebenarannya nisbi. Dua pahala bagi mujtahit yang benar, dan satu pahala bagi
yang salah. Lalu, siapakah dewan juri yang paling kompeten untuk menilai hal
itu? Wallahu A’lam Bisshawab.
Sepanjang perbedaan
itu tidak menyentuh ranah teologi, tentu tidak menjadi soal. Artinya, bolehkah
kita sedikit “bermain” dalam soal furu’iyah, selama akidah dasarnya tetap
terjaga. Tapi, bagi kita yang awam perbedaan itu tak urung menimbulkan
kebingungan. Karna banyaknya produk hukum yang berlainan untuk satu persoalan. Meskipun
perbedaan itu tidak harus disikapi dengan bingung. Karena, kata nabi SAW “perbedaan umatku adalah rahmat“
Tapi
bukan berarti rahmat itu bisa diartikan kelonggaran seluas-luasnya, misalnya
dengan mencari sekian fatwa yang enteng dari satu ulama dan membuang lainnya yang dianggap memberatkan. Sebagai seorang muqallid
(orang yang bertaqlid), kita dibatasi oleh sekian aturan. Diantaranya adalah
tidak boleh talfiq. Kecuali dalam
keadaan darurat.
Itulah
sebabnya kita, yang hidup belakangan ketika pintu ijtihat telah “tertutup”
harus banyak berhitung dan cermat dalam menjatuhkan pilihan. Menggunakan segenap
potensi akal pikiran yang dianugerahkan oleh allah SWT, untik memilih dan
memilah, dari sekian banyak madzab dan aliran fiqih, lebih-lebih teologi. Yakinlah
bahwa agama ini tidak akan bergeser dari rasi, sebab untuk itulah allah SWT
menciptakan kita sebagai mahluk yang berpikir.
Seumpama
kehidupan ini sebuah perjalanan, maka surga adalah terminal terakhir yang
hendak kita tuju. Ditengah banyaknya supir dan kendaraan yang mencari-cari
rombongan, mau tidak mau kita harus selektif dalam memilih. Kita perlu supir
terbaik yang kita yakini tidak akan membuat kita tersesat ketempat lain, juga
teman-teman seperjalanan yang selalu mengharapkan kebaikan satu sama lain,
sehingga kita bisa merasa nyaman dalam perjalanan itu dan sampai ketempat
tujuan tepat pada waktunya..
Sumber artikel :
Kakilangit